Minggu, 23 Oktober 2011

Bersosialisasi (Jangan Katakan ini pada Taman Barumu)

Bismillah

Hey, apa kabar...
Pernah nggak berada dalam suatu obrolan yang nggak enak banget untuk diterusin?? Aku pernah. Nggak asik ngobrol dan akhirnya hubungan pertemanan pun jadi sangat canggung. Basa-basi total. Saling nggak enak hati, dan percaya deh kesalahan yang kita perbuat pasti akan disebarkan oleh si teman yang diajak ngobrol..

Ini misal saja, bukan kejadian sebenarnya:
Bunga (bukan nama sebenarnya): (dengan nyablaknya bilang) "eh si Difla culun banget ya kalo pakai baju. Norak abis.. Harusnya dia bisa lebih mix and match gitu"

Qonita (minjem namamu ya adekku sayang...): Difla itu sodara kandung aku. Dan asal tau aja, baru-baru ini dia ditawari jadi model freelance nya Karita.

Krik krik krik...
Sesunyi malam...

Please, jangan ngomongin orang sembarangan kalau tak ingin hubungan pertemanan mu hancur lebur.

Nah, itu tadi contoh saja. Aku pernah juga mengalami hal nggak enak di atas. Maka dari itu saudara-saudaraku sekalian, ada beberapa hal yang sangat tidak pantas diucapkan kepada teman baru kita. Bukan cuma teman baru, dengan teman lama yang tidak begitu kenalpun jangan sembarangan bicara.

Oke, let’s go mari kita cari tau, apa saja yang tidak boleh diucapkan.

  1. Umur, Status keluarga,
Yeah, nggak sopan banget tanya umur, tak ada manfaatnya kecuali kalau kita petugas kelurahan atau pegawai administrasi Rumah Sakit. aku pernah berada di situasi ini, dengan rekan kerjaku. Untungnya beliau tidak marah.

Difla: “wah makin seger ya bu badannya, Ibu sudah punya anak berapa to?? “ Tanyaku tanpa perasaan bersalah

Ibu rekan kerja:” oh, saya belum nikah bu. “

Ingin rasanya menampar mulutku sendiri. Dalam hati bersumpah tak akan menanyakan masalah ini lagi pada siapapun, dan berdoa semoga tak disumpain menjadi perawan tua. Maaf ya bu...

Ada beberapa orang yang sangat sensitif ditanya masalah umur dan segala urusan pernikahan.

  1. Agama
Agama juga pantang dibicarakan pada orang baru. Tidak semua orang memakai simbol-simbol keagamaan. Tidak semua wanita Islam memakai jilbab, dan tidak semua orang Budha membawa mahla. Mari kita lihat cotoh peristiwa nggak enak ini:

Teman beragama lain yang tidak tau: “Eh Dif, Heran deh sama orang Islam, katanya harus menutup aurat, masak pakainya rok mini gitu. Aneh ya mereka. Liat aja...”

Difla versi rok mini: krik krik krik, pelaaannn... melirik ke bawah, mengukur rok mini yang dipakai, berharap bisa secara ajaib berubah jadi gamis.

Tidakkk, jangan tanyakan ini. Agama adalah hubungan manusia dengan Tuhan. Jangan ikut campur kecuali kamu menjadi panitia pembagian zakat fitrah.

  1. Pekerjaan
Jangan juga bertanya tentang pekerjaan, apalagi gaji. (Meskipun ehem.. aku diberitahu digit gaji Mr. Headstone sebelum kami jadian. Catat saudara-saudara, aku diberi tau, tidak merengek-rengek ingin tau). Pokoknya jangan tanyakan hal ini. It’s sensitive okay!! Sama sekali tak enak kalau orang lain harus mengatakan pada kita pekerjaannya adalah satpam, meskipun itu bukan masalah.

Ini contoh saja

Cowok : “Semoga aku tak mendapatkan seorang pacar guru sejarah. Guru sejarah sangat membosakan. Yang paling parah, kalau ngomong serasa hujan lokal, air liurnya kemana-mana. Padahal gaji juga cuman seiprit.

Difla (yang sialnya adalah guru sejarah dan kebetulan sudah naksir setengah mati pada si cowok): pilihannya cuman dua: senyum mengasihani diri sendiri atau *PLOK* tampar saja wajahnya.

  1. Penampilan
Kalau kau baru berteman beberapa hari saja, jangan tanyakan hal ini padaku

Teman: “Dif, Jerawatmu ampun mak.. diapain kek biar rada enak dilihat”

Difla: “Heloooo, kau pikir aku tak berusaha nyembuhin jerawat. Tapi rasanya lebih penting menyembuhkan mulutmu dulu, kawan”.  Pengen banget bilang begini, tapi nggak sopan kan

Atau begini
Teman: “eh gigimu pakai begel yah. Warnanya kok pink, agak aneh ya sama kulitmu”

Difla: menutupi amarah dengan senyum kesusahan karena harus menyembunyikan begel. “It’s expensive, friend. Okay??” 

Mau banget kan bilang gitu. Tapi please, JANGAN kalau gak mau dikira sombong.

Oke, apapun tentang penampilan teman yang buruk, simpan dalam hati. Komentar baik atau buruk bisa jadi bumerang buat kita. Dan dikritik begitu rasanya benar-benar menyakitkan kan, jadi jangan lakukan itu.

Ini panduan saja, agar kalian tidak menjadi teman yang jahat, walaupun mungkin kita tidak menyadari akan membuat orang lain sakit hati. Mulutmu harimaumu, ini sepenuhnya benar, maka sobat marilah kendalikan bicara kita. Terutama bicara pada orang yang belum begitu kita kenal. Teman harus dijaga, nggak asik juga kalau hubungan pertemanan jadi nggak enak gara-gara salah ngomong. Oke deh, Selamat bersosialisasi.... cheers!!!

Jumat, 21 Oktober 2011

"Indonesian Cross Gender"


SALAM


Ada yang jalan ke daerah Malioboro kemarin siang?? Kalau ada pasti lihat art perform Indonesian Cross Gender di Nol Kilometer. Di gawangi oleh dedengkotnya penari Indonesia Didik Nini Thowok, acara ini intinya adalah ‘ngamen’ untuk oh entahlah... mungkin korban merapi atau apa. Tapi aku rasa inti sebenarnya bukanlah ‘ngamen’, tapi lebih ke sosialisasi pada warga Jogja agar cross gender lebih bisa diterima dengan verrrrrry welcome di masyarakat.

Tepuk Tangan yang meriah: Didik Nini Thowok

Yeah, Didik Nini thowok adalah penari cross gender. Terkenal dengan kelihaiannya memainkan tariang Dwi Muka, badannya jangan ditanya, selentur plastik meleleh!! He was wonderful and always wonderful. Selain di TV, baru sekali ini aku lihat sendiri dia perform. Sayang sekali dia tidak menari single, lebih ke kolompok cross gendernya. Keseluruhan perform Didik kunilai 100 dari skala 1-100. Ekspresinya benar-benar bisa menghipnotis seluruh panggung, saat akting tari marah, seluruh penonton akan menahan nafasnya, dan begitu dia mulai menari bahkan hanya berdiri semua penonton langsung bertepuk tangan. Aku norak sekali, mondar mandir memfotonya lewat kamera pocketku. Padahal yang lain DSLR dengan lensa bertumpuk-tumpuk.


When dance meet pantomim. Jemek-maestro pantomim. Ekspresinya kuat!!!
Seluruh panggung  dibuat gila!!
Oke oke oke, Cross Gender adalah bahasa akademik dari waria. Laki-laki yang berdandan ala perempuan untuk kepuasan pribadi, ini menurut kamus pribadiku. Aku rasa bedanya adalah: mmm kalau waria hidup di jalanan, ngamen dengan tampilan atraktif. Kalau cross gender ini lebih santun, terpelajar, dan sangat anggun melebihi perempuan. Sehari-hari mereka masih menggunakan identitas laki-laki mereka, hanya saat dipanggung atau untuk keperluan komersil saja mereka berdandan. Terlepas dari itu semua, cross gender lebih untuk kepuasan pribadi. Di Jogja sendiri ada dua orang yang terkenal dengan identitas cross gendernya, Didik Nini Thowok dan Hamzah HS atau dengan nama panggung Raminten (aku dan Mr. Headstone suka banget nongkrong di House of Raminten). Masih bingung? info lebih lanjut tanyakan pada mereka. Nah beda lagi sama trans gender, yang ini adalah ganti kelamin, misalnya adalah Dorce Gamalama. Tapi ketika go mad, aku rasa sama. Kalau RA. Kartini adalah pejuang hak-hak perempuan melalui pendidikan, nah menurutku Didik Nini Thowok ini pejuang hak-hak cross gender melalui seni!!

Rasanya putri kratonpun tak seanggun ini
Kalian akan kaget kalau melihat cross gender yang dibawa mas didik kemarin, ya Tuhanku, mereka semua berpendidikan sarjana! Hampir semuanya menempuh pendidikan di ISI Jogja jurusan Seni Tari. Pantas saja mereka anggun dan bersahaja, mempelajari tari klasik mengharuskan kita untuk belajar bersikap bak seorang putri kraton jaman dahulu (putri kraton sekarang sudah banyak berbeda).  

Jadi, sebelum aku menutup dengan foto-foto dari kamera pocket ku (ya Tuhan, aku minta DSLR. Janji deh buat observasi, tak cuma buat narsis!!!!), pesan terakhirnya adalah: marilah kita terima para cross gender ataupun waria dalam masyarakat kita. Jangan menghakimi mereka, mereka adalah bagian dari kita. Masalah ketuhanan itu urusan mereka dengan Tuhan, sama sekali jangan menceramahi mereka tentang masalah ini, percayalah itu akan membuat kita sebagai pribadi yang sombong. Aku berharap para waria akan diberi kesempatan bekerja di lembaga-lembaga milik pemerintah atau dimanapun yang mereka mau. Bahwa sekali lagi, bias gender bukanlah mengenai jenis kelamin, tapi lebih pada penerimaan dan keikhlasan mengakui bahwa dunia tidak hanya milik laki-laki, dunia juga milik perempuan dan cross gender. Jangan gengsi mengakui kecerdasan kami. Dalam hal kepempinan mungkin laki-laki sudah disahkan menurut kitab suci, tapi dalam hal prestasi, sama sekali tidak ada perbedaan. Laki-laki dan perempuan sama, bahkan waria!!

NTT-Klaten-Jogja

Kalimantan - seniman master tari Banyuwangi dan Bali, tariannya TOP banget

Nomer dua dari kiri itu sedang ambil s3. Astagaaa, aku saja S2 tak lulus2...

Hei laki-laki, cobalah minum 2 gelas beer, dijamin kalian tak bisa membedakan ini cross atau straight. hehehee 
Atas: I'm proud of them.
Bawah: Perhatikan dada dan tunggunya

Oke, Aku memang mengagumi kemampuan mereka, dan berjanji tak akan mendiskriminasikan mereka. Tapi percayalah, aku bersyukur aku dilahirkan sebagai perempuan tulen. Meskipun kemampuan berkreasiku agak dipertanyakan, aku bangga aku tak memiliki punggung sekekar itu, badanku mungil dan manis, satu lagi yang penting: aku memiliki dada asli tanpa sumpalan atau implan. Jadi sepertinya kalau aku memakai bustier seperti diatas, jadinya akan lebih indah dilihat. hehee

Mereka SEMUA sarjana ISI, ada yang sedang ambil doktoral!!! 


Jadi kawan, siapapun dirimu, berkreasilah!!!! Dan tunjukkan pada dunia prestasimu. 

Selasa, 18 Oktober 2011

Flower from Stone




Yeeyyy, I've got Rose from my man... 
See, How cute he is...

Sabtu, 01 Oktober 2011

Sebelum Cahaya (Part I)

Es Batu dan Kepala Batu


“Kamu jatuh cinta, Honey” kata sahabatku tersenyum misterius,

Rasanya seperti ada sebongkah es batu mengalir di dadaku, dingin.. Aku takut.

“Menurutmu ini baik atau buruk?” tanyaku  pelan. Wajahku kutundukkan, ada perasaan malu dan takut sekaligus

“Tentu saja ini baik, sangat baik malah.” Jawabnya tak sabar

“Aku takut.”  Kataku lagi,

“Oh ayolah, aku sudah bilang berkali-kali suatu saat ada akan ada laki-laki yang membuatmu mengkaji ulang konsep pernikahan konyolmu. Itu harus segera diakhiri, honey.

Sarah, selalu mengkritik konsep pernikahan versi idealku. Menurutku laki-laki TAK SEHARUSNYA menjadi seorang raja di rumahnya, menyuruh-nyuruh istri tanpa ampun. Bahwa mencuci, memasak, mengurus anak, mengepel rumah, bersosialisasi dengan tetangga, menghadapi kritik pedas  mertua (plus saudara ipar) adalah sepenuhnya tanggung jawab si perempuan dan laki-laki selalu tak bisa diajak berdiskusi (hallo laki-laki, ada apa dengan kalian??). 

Sebenarnya menurutku ini adalah cara laki-laki menutupi kelemahan mereka (sebagai pemimpin) dengan cara tidak fair. Membebankan semuanya pada istrinya. Lebih parah lagi, budaya melegalkan posisi superior laki-laki yang seperti ini. Bahwa “saru” rasanya kalau ada laki-laki menanak nasi, tak pantas rasanya kalau sang suami tercinta harus menyapu rumah. Tetangga akan membicarakannya sepanjang masa, dan mertua akan mengutuk istri si laki-laki karena menyuruh suaminya bekerja dalam rumah.

Sarah (yang mewakili seluruh perempuan di Jawa) lebih bodoh lagi, dia merasa tidak tega kalau suaminya harus (ya ampun) membuang sampah. Ayolah women.... itu hanya membuang sampah.

“Aku tau kamu sedang jatuh cinta, karena kamu sudah melupakan seluruh teori gombalmu tentang pernikahan ideal. Ternyata saat ini tiba juga ya.” Sahut Sarah lagi,

“Sar, apa ada yang salah dengan pernikahan versiku?” tanyaku bertanya, lebih pada pertanyaan untuk diriku sendiri

“Hello, young lady... Tak ada orang waras minta libur menjadi istri walau itu cuma sebulan sekali!! Kamu bahkan meminta libur dua hari setiap minggu.

“Honey, menjadi istri bukanlah sebuah pekerjaan. Menjadi Istri itu melaksanakan ibadah” jawab sahabatku ini cuek, mengelap keringatnya. Menatapku sekilas. Tatapannya seperti mengatakan –kamu memang kepala batu, honey-

Lihatlah Sarah, dia dulu adalah seorang lady dari sebuah keluarga kaya raya. Sebelum menikahi pacarnya, pekerjaannya sebagai editor majalah kampus  lumayan membuatnya sangat produktif. Dia bahkan diundang ke seminar-seminar tentang jurnalistik untuk perempuan. Cita-cita terbesarnya yaitu membuat buku. Itu dulu, sekarang?? Dia tak akan berdandan kecuali untuk menghadiri jamuan makan malam dengan kolega suaminya, bukan koleganya sendiri seperti dulu. 

Daster, pakaian batik katun khas kota kami, Jogja, menjadi pakaian wajibnya, tentu saja dengan ukuran super besar. Dan oh Tuhan, (ampunilah dia) dia tak malu menyusui anaknya dimanapun anaknya menangis. Ayolah bu, ini 2011, sudah bukan jamannya ibu-ibu menyusui sembarangan tempat. Aku prihatin melihatnya. Membuatku takut untuk menikah. Bukan penampilan ataupun prinsip Sarah tentang pernikahan yang membuatku ngeri, bahwa Sarah sudah kurang produktif dalam dunia karier, itu yang membuatku ketakutan. 

Sungguh, aku menghormati Ibu Rumah Tangga sedalam-dalamnya. Mereka berjasa bagi pendidikan generasi bibit unggul Indonesia. Hanya saja, aku masih tidak yakin aku bisa menjadi Ibu Rumah Tangga seutuhnya seperti sahabatku, dan ayolah, Ibu Rumah Tangga itu bukan jenis pekerjaan, ladies. Ibu Rumah Tangga tak mendapatkan gaji!!! Jadi jangan isi curiculum vitae "Ibu Rumah Tangga" pada kolom pekerjaan, meskipun kalian seorang Ibu Rumah Tangga, kecuali kalau kalian digaji tinggi oleh suami kalian, per-jam setiap hari!! Tidak tidak, aku bukannya mau merendahkan posisi Ibu Rumah Tangga agar mereka bekerja dengan tidak ikhlas, aku berharap ada semacam bentuk penghargaan saja, agar suami-suami yang kelewat manja tidak memperlakukan Istri Rumah Tangganya dengan sewenang-wenang. 

“Percayalah honey, menjadi istri bukan suatu hal yang buruk. Jangan takut” katanya bijak sambil mengganti popok anaknya yang rewel sekali itu.

Eeerrr... benarkah?? Aku sendiri ngeri mendengar rengekan bayi  Sarah yang minta ampun kerasnya.

(to be continue)