Rabu, 06 Juli 2011

Perempuan Bercadar dan Aku

Bismillah


Cerita ini aku alami sendiri....

Tau Jalan Timoho kan? Iya benar yang jalan samping UIN sunan kalijaga. Beberapa waktu yang lalu aku harus legalisir ijazah untuk keperluan pekerjaan. Sebelum dari sana aku mampir dulu di pameran buku yang kebetulan sedang berlangsung di sebelah Universitas tersebut. Bisa ditebak, jalanan menjadi sangat-sangat ramai. Entahlah, menurutku kendaraan yang lewat jalan tak ada yang mau mengalah, aku yang baru bisa naik motor tentu ngeri lewat jalan Timoho ini.

Apa yang ku takutkan ternyata terjadi juga, aku terserempet motor cowok (kalo tak salah mereknya “T”, ada stiker hugo’s nya, plat nomernya tak ku catat) yang diboncengi dua laki-laki. Tepat di depan gerbang pintu masuk UIN. Mereka menyerempet motorku dan yah...aku jatuh. Ada satpam di situ, banyak mahasiswa cantik-cantik dan cakep-cakep. Sayangnya, tak ada yang menolongku, motor sialan itu pun pergi begitu saja, yang lain hanya melihat dengan tatapan kasihan, tak ada yang bergerak mendekatiku (sungguh!!).

Tentu saja aku mengumpat dalam hati, sekarang orang sudah semakin tak peduli. Di mana Indonesia yang berprinsip gotong royong? Ramah-tamah? Peduli?  Menolong orang saja tak mau! Sakit hati, di tambah sakit terkena pembatas jalan. Perih. Lengkap sudah kesialanku.

Tiba-tiba...

Seorang cewek bercadar mendekatiku “mbak nya nggak pa-pa?”

Membantuku menaikkan motorku yang masih tergeletak.

Ingin rasanya memeluk cewek itu. Aku terharu, karena aku tau, dia dengan sepeda mini nya tadi sudah berjalan mendahuluiku. Jelas sekali dia berbalik lagi ke arah pintu gerbang karena melihatku tak ada yang menolong.

Tak sampai situ, perseneling ku ternyata bengkok kok! Ah, sial benar. Dengan susah payah, kami meluruskan. Apa daya, tenaga cewek tak membuat persenelingku lurus lagi.

“mbak, tunggu sini sebentar, saya panggilkan mas bengkel” kata gadis bercadar tadi. Mengayuh sepedanya kuat-kuat.

Aku dilahirkan dalam keluarga NU tradisional yang kebanyakan dari mereka tidak menyetujui ide menggunakan cadar. Bukan budaya Indonesialah, inilah, itulah, yang paling ekstrim, khawatir teroris....

Aku bukannya tidak menyukai cewek bercadar dan cowok bercelana congklang itu, aku hanya....tidak bisa memahami alasan mereka. Sejauh ini pun aku tak pernah punya teman berkostum rapat tersebut. Jujur saja, tadinya aku juga ikut-ikutan berpikiran buruk tentang mereka. Menurutku sosialisasi mereka payah, terlalu berpikiran ekstrim, dan sangat tidak ramah. Di tambah lagi terorisme yang sedang terjadi di Indonesia, yang rata-rata berkostum seperti mereka. Itu tadinya,,,

Gadis bercadar ini membuka hatiku, memberikanku pelajaran berharga yang harus kupegang erat-erat.

Ternyata, mereka yang kupandang sebelah mata memiliki kepedulian seluas samudra. Mereka yang kukira anti sosial ternyata malah jadi satu-satunya orang yang menolongku diantara banyaknya orang 'normal', mereka yang kupikir terlalu individual ternyata berinisiatif memanggilkan mas bengkel buatku (yang kemungkinan mas bengkel itu juga malas berhubungan dengan si cewek cadar tadi).

Dan pelajaran terpenting adalah: tak peduli bagaimana kostummu, tak peduli bagaimana orang memandangmu, tak peduli bagaimana lingkunganmu____menolong orang yang kesusahan dengan ikhlas tetap menjadi kewajiban bagi semua orang. Ya, semua. Tanpa kecuali.

Lima belas menit kemudian baru mas bengkel datang. Cewek bercadar itu tak kembali lagi menemuiku, aku tak tahu namanya, bahkan aku belum sempat berterima kasih kepadanya.

Tapi aku bersumpah dalam hati, aku tak akan berpikiran negatif lagi pada mereka, dan akan melanjutkan kebaikannya, menolong orang dengan ikhlas tanpa melihat kostum apa yang dipakai.

Sebagai bangsa Indonesia aku yakin mereka juga ingin diterima secara baik-baik, tanpa ada pikiran buruk. Kebanyakan orang selalu berpikiran buruk karena pengaruh media yang setiap saat menyiarkan aksi-aksi kriminalitas. Dan aku, mulai saat itu, selalu mengajak perempuan-perempuan bercadar di luar sana tersenyum saat kami berpapasan. Siapapun itu. Aku yakin dibalik cadar mereka yang rapat, mereka juga membalas senyumku.

Trimakasih banyak untuk perempuan bercadar yang dua hari lalu menolongku, pakaiannya hitam-hitam, sepedanya berwarna hijau. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

I love comments