Minggu, 10 Maret 2013

"SLAMET"


Bismillah...

Masih ingat ada berapa teman kita yang bernama “Slamet”?? Setidaknya ada empat orang slamet yang saya kenal, dua orang slamet teman saya SD, satu orang di  murid di sekolah, dan satu lagi saudara saya.  Tiga orang Slamet nama belakangnya sama semua “Slamet Riyadi”, Itu yang saya kenal dekat, masih ada empat orang slamet lagi yang saya tau wajah tapi tidak begitu dekat. Tentu saja nama Slamet lebih banyak digunakan oleh orang Jawa, meskipun ada seorang Slamet dari pulau Lombok yang saya kenal tak begitu dekat, dia mengaku kalau bapaknya menamainya Slamet karena ingin anaknya jadi seorang presiden, karena presiden selalu orang Jawa, dipilihlah nama Slamet sebagai nama anaknya, representasi dari cita-cita sang bapak agar anaknya kelak menjadi presiden, meskipun dia bukan dari Jawa.

Slamet berasal dari kata salam, bahasa arab yang artinya selamat. Selamat dari api neraka, selamat dari bujukan setan, selamat dari dunia yang kejam, dari lilitan hutang, dari bayangan pembimbing tesis (ini saya!), intinya selamat dari segala hal. Dalam doa sehari-hari saya selalu menyertakan “selamat dunia dan akherat”, doa yang simpel, namun benar-benar luas sekali maknanya.

Slamet itu bersyukur
Dari kata salam dari bahasa Arab inilah kata slamet muncul. Ketika kata salam sudah dibahasa jawakan artinya menjadi lebih luas lagi saya kira, karena kecenderungan suku jawa yang senang sekali memfilosofikan sesuatu. Memberikan arti yang sangat luas pada hal yang simpel.  Lidah orang jawa yang sulit menirukan logat orang Arab membuat kata Salam-salamah menjadi Slamet, syahadatain menjadi sekaten, Abdul Faqih menjadi Dul Pekik, Assalamualaikum menjadi lamlekum, dan yang sekarang sedang jadi tren ngaco astaghfirullahal ‘adzim menjadi lebih alay astajim.

Ini membuktikan bahwa sebenarnya suku Jawa memiliki posisi tawar tinggi hingga menyaring banyak hal yang masuk ke dalam ruang lingkupnya. Ketika agama dan budaya Hindu-Budha masuk, masyarakat jawa tidak mentah-mentah mengambil kebudayaan dan agama Hindu-Budha, begitu pula dengan Islam. Islam dengan membawa prinsip rahmata li alamin, tidak serta merta ditelan mentah-mentah orang Jawa, ada komunikasi intens antara diantara keduanya, dan komunikasi tersebut berjalan dengan sangat baik hingga saat ini.

Slamet adalah tujuan tertinggi manusia Jawa dalam mencapai hidup yang tentrem, ayem. dan selanjutnya golek slamet merupakan proses yang sangat rumit, penuh aturan, dan terkadang terlalu didramatisir. Bagaimana manusia Jawa mengenal rites of the passages, upacara sepanjang diri kita, atau lebih simpelnya upacara-upacara yang menyertai hidup kita. Dimulai dari upacara paling awal sejak bayi dalam kandungan, sampai upacara sesudah manusia meninggal, dari rogohan hingga ngijing. Inti dari masing-masing upacara rites of the passages adalah golek slamet, agar di babak kehidupan selanjutnya seseorang dapat menjalani dengan baik. Golek slamet hakekatnya adalah harapan agar hidup selalu dilingkupi perasaan ayem, tentrem, beruntung, dan jauh dari kesialan.

Semoga bermanfaat



3 komentar:

  1. Semoga saja si slamet ini menjadi seorang presiden di kemudian heri hehehee
    Niche blog :)

    BalasHapus
  2. Sy pernah dengar klo di Jawa timur ada sapi yang diberi nama kiyai slamet! :D

    BalasHapus
  3. @Irfan: Sepertinya sekarang si slamet jadi guru :D

    @Abu:Sama persis dengan di Solo. Dikeramatkan juga kan??

    BalasHapus

I love comments